Rabu, 11 Maret 2015

Kesenian Ebeg merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang terkenal di Banyumas dan sekitarnya. Bentuk kesenian tarian tradisional yang menggunakan properti kudakepang ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda. Ebegpada umumnya berjumlah delapan penari pria. Dalam pertunjukannya,Ebeg biasanya dilengkapi dengan penari topeng yang disebut penthul,cepet dan barongan (seperti sapi yang dimainkan oleh dua orang) sertasintren yaitu penari pria yang berdandan seperti wanita di dalam sebuah kurungan atau dengan ditutupi kain hitam. Semua pemain Ebegdalam pertunjukannya mengalami in trancePertunjukan tari Ebeg Banyumas biasanya diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe, Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi berukuran lebih kecil terbuat dari logam. atau bisa juga dengan menggunakan alat musik gamelan atau calung, hingga sekarang calung masih berkembang di hampir seluruh wilayah kultur Banyumas.
 
Menurut beberapa sumber sejarah, tari Ebeg Banyumas ini sudah ada sejak zaman purba tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu buktinya adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme.
 
Dalam tiap pementasan biasanya akan disajikan sebuah tarian lengger yaitu tari ilogondang, yang dilanjutkan dengan tari prajuritan. Pada tari prajuritan inilah biasanya penari akan melalui satu adegan yang unik yang biasanya ditempatkan ditengah ataupun diakhir pertunjukan tergantung dari masing-masing grupEbeg. Atraksi tersebut sebagaimana dikenal dalam bahasa Banyumasan dengan istilah mendhem(kerasukan). Pemain akan kesurupan dan mulai melakukan atraksi-atraksi unik, seperti makanbeling (pecahan kaca), makan dedaunan yang belum matang, makan daging ayam yang masih hidup, bergaya seperti monyet, ular dan banyak lagi jenis atraksi ekstrim lainnya.
 
Seperti yang dikatakan Bapak Eko ketua kesenian tradisional Ebek Satria Kencana asal Grumbul Jongkeng, Desa Banjar Parakan, Kecamatan Rawalo, Banyumas, fenomena mendhem (kerasukan) ini dikarenakan sipenari memiliki indang atau arwah yang merasuki ketika lagu eling-eling mulai dinyanyikan, jadi bentuk atraksi-atraksi unik dan ekstrim yang dilakukan oleh sipenari Ebeg itu tergantung pada indang yang dimiliki atau yang merasukinya.
 
"Tiap-tiap penari atau indang ketika gending dan lagu eling-eling dimainkan akan melakukan tarian dan gerakan atau atraksi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter indang yang merasuki sipenari Ebeg", Jelasnya. Begitu pula dengan atraksi atraksi makan beling, rumput dedek, ayam hidup dan lainnya semuanya tergantung dari permintaan si indang.
 
Gerakan tari dan atraksi yang dilakukan oleh pemain Ebeg memang sepenuhnya dikendalikan oleh indang yang merasukinya, tapi, lanjutnya, sipenari juga bisa mencegah indang yang merasukinya untuk tidak melakukan atraksi-atraksi yang menurutnya berbahaya. Seperti contoh penari yang memiliki indang keraatau monyet. Ketika akan menjalankan pagelaran biasanya si pawang atau ketua rombongan akan menawarkan adegan manjat bambu ataupun sejenisnya kepada sipenari, ketika sipenari menolak untuk melakukan atraksi tersebut, saat pementasan indang kera yang merasukinya juga tidak akan melakukan atraksi panjat bambu tersebut. Begitu juga dengan penari penari Ebeg lainnya.
 
Menurutnya, untuk memperoleh indang penari ebeg harus menjalani laku tirakat ketempat-tempat keramat yang dipercaya sebagai tempat indang-indang bersemayam, lewat sang juru kunci, sipenari akan menerima ajaran-ajaran untuk mendapatkan indang yang diinginkan. Bukan hanya penari saja yang mesti mencari indang, bahkan dalam seni pagelaran ebeg, alat musik yang dipake juga harus dibawa ketempat asal indang bersemayam, ini bertujuan agar saat alat musik tersebut dimainkan, suara yang dihasilkan akan cepat mengundang reaksi dari masing-masing indang,
 
Dalam perkembangannya, kesenian Ebeg sudah mengalami banyak perubahan dan fungsi, bukan hanya sebagai sarana ritual tapi sudah menjadi sebuah sarana pertunjukan. Maka tidaklah heran kalau saat ini banyak bermunculan gup-grup kesenian Ebeg hampir di seitiap wilayah di Banyumas. Menjamurnya kesenian Ebeg tentu saja banyak nilai positif yang bisa diambil yaitu mengentalkan dan melestarikan nilai budaya Banyumas. Bukan hanya menimbulkan dampak positif tentunya, dampak negatif yang terjadi adalah banyaknya penonton yang ikut mendem saat pagelaran Ebeg berlangsung. Memang tidak semua penonton yang melihat pertunjukan Ebeg akan ikut keserupan melainkan hanya mereka yang memiliki indang saja. Untuk menjaga hal-hal yang diinginkan inilah fungsi penimbul atau pawang sangat dibutuhkan untuk mengendalikan penari maupun penonton yang mendem.

sumber : http://www.tabloidpamor.com/berita-254-ebeg-banyumasan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar